Guru
honorer di Tuban dalam waktu dekat bakal dirumahkan masal atau diberhentikan
dari tempatnya mengajar. jumlahnya diperkirakan 800 orang. Pemberhentian
pendidik yang dipekerjakan masing-masing kepala sekolah dari SD-SMA/SMK
tersebut sebagai imbas atas belakunya surat keputusan bersama (SKB) lima
menteri terkait mekanisme pendistribusian guru. yakni, Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan, Kementrian PAN dan Reformasi Birokrasi, Kementrian Agama,
Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Keuangan.
Sejak
pekan terakhir, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (disdikpora) Tuban sudah
mendata tenaga pendidik di seluruh wilayahnya. Langkah itu untuk pijakan menata
ulang sekolah yang kelebihan guru dan sekolah yang kekurangan tenaga pengajar,
sebagaimana diamanahkan dalam SKB mentri tersebut. Imbas dari penataan ini, jam
mengajar guru honorer diambilalih guru negeri. Konsekwensinya guru
honorer tidak terpakai alias tersingkir. Ketua Forum GTT Tuban, Sunardi
menyayangkan kalau keputusan dirumahkannya guru honorer benar-benar terjadi.
Menurut dia, terkesan selama ini guru honorer menjadi tambal butuh. “Habis
manis sepah dibuang”, kata guru SMPN 2 Tobo, Kecamatan Merakurak ini. Sunardi
menjelaskan, jasa guru honorer dalam mencerdaskan anak bangsa tidak bisa diremehkan.
Mereka bekerja keras ketika sekolah-sekolah kekurangan pendidik khususnya yang
berada di pedesaan. Namun setelah muncul penataan ulang mereka yang sudah
berjasa besar didepak begitu saja. “Kami minta kepada daerah untuk menghargai
mereka”, pinta dia.
Kepala Disdikpora Tuban Sutrisno mengakui sekarang ini institusinya
tengah melakukan penataan ulang pendidik di Tuban. Inti dari penataan tersebut,
pemerataan guru se Indonesia sebagaimana SKB lima menteri. Menurut dia, dalam
SKB tersebut memungkinkan guru mutasi antar kecamatan, kabupaten, dan provinsi.
Tentunya, itu disesuaikan dengan kebutuhan pendidik. terkait nasip 800 orang
GTT di tuban, sutrisno tidak bisa mengomentari. “Tidak sesederhana itu. perlu
dibahas bersama-sama,” kata mantan kepala SMAN 1 Tuban ini.
Sutrisno menambahkan, dalam PP nomor 48 tahun 2005 disebutkan pemkab
dilarang mengangkat tenaga honorer. Itu artinya, pemkab maupun institusi yang
dipimpinnya tidak pernah mengakui honorer yang mengabdi di seluruh lembaga
pendidikan negeri di Tuban. Selain tidak pernah mengangkat, pemerintah daerah
juga tidak pernah menggaji. terkait penataan ulang, Sutrisno mengisyaratkan
guru pengajar bahasa Inggris, Matematika dan Bahasa Indonesia lebih dari cukup
hingga 2020. “Karena itu, tidak mungkin ditambah Honorer,” kata dia.
Nasib GTT kok koyo ngene iki piye?
BalasHapus